Selasa, 14 Mei 2013

KIPRAH DAN EKSISTENSI BANYURESMI DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN KABUPATEN GARUT



Dewasa ini jagung tidak hanya digunakan untuk bahan pangan tetapi juga untuk pakan. Dalam beberapa tahun terakhir proposi penggunaan jagung oleh industri pakan telah mencapai 50% dari total kebutuhan nasional. Dalam 20 tahun ke depan, penggunaan jagung untuk pakan diperkirakan terus meningkat dan bahkan setelah tahun 2020 lebih dari 60% dari total kebutuhan nasional.
Ditinjau dari sumberdaya lahan dan ketersediaan teknologi, Indonesia sebenarnya memiliki peluang untuk berswasembada jagung dan bahkan berpeluang pula menjadi pemasok di pasar dunia mengingat makin meningkatnya permintaan dan makin menipisnya volume jagung di pasar internasional.
Upaya peningkatan produksi jagung di dalam negeri dapat ditempuh melalui perluasan areal tanam dan peningkatan produktivitas. Perluasan areal dapat diarahkan pada lahan-lahan potensial  seperti lahan sawah irigasi, lahan sawah tadah hujan, dan lahan kering yang belum dimanfaatkan untuk pertanian. Berdasarkan penyebaran luas sawah dan tipe irigasinya, diperkirakan terdapat 457.163 ha yang potensial untuk peningkatan indeks pertanaman. Di luar Jawa terdapat 20,5 juta ha lahan kering yang dapat dikembangkan untuk usahatani jagung.
Selain melalu perluasan areal tanam dan peningkatan produk-tivitas, upaya pengembangan jagung juga memerlukan peningkatan efisiensi produksi, penguatan kelembagaan petani, peningkatan kualitas produk, peningkatan nilai tambah, perbaikan akses pasar, pengembangan unit usaha bersama, perbaikan sistem permodalan, pengembangan infrastruktur, serta pengaturan tataniaga dan insentif usaha. Dalam kaitan ini diperlukan berbagai dukungan, termasuk dukungan kebijakan pemerintah.
Dari aspek teknis, teknologi yang diperlukan untuk mendukung pengembangan jagung antara lain adalah varietas hibrida dan komposit yang lebih unggul (termasuk penggunaan bioteknologi), di antaranya memiliki sifat toleran kemasaman tanah dan kekeringan, teknologi produksi benih sumber dan sistem perbenihannya, teknologi budidaya yang efisien dengan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT), dan teknologi pascapanen untuk meningkatkan kualitas dan nilai tambah produk.
Investasi yang diperlukan untuk pengembangan jagung bergantung kepada pencapaian target yang diinginkan. Berkaitan dengan hal ini, ada dua skenario pengembangan jagung nasional dalam periode 2005-2025. Skenario 1 atau skenario moderat, laju pertumbuhan produksi 4,24%/tahun. Skenario 2 atau skenario optimis, volume ekspor meningkat menjadi 15%. Kebutuhan investasi untuk pengembangan jagung melalui skenario 1 dan 2 dalam kurun waktu 2005-2025 masing-masing adalah Rp 29,0 trilyun, dan Rp 33,7 trilyun.
Biaya investasi mencakup perluasan areal tanam pada lahan sawah, pembukaan lahan baru (lahan kering) dan infrastruktur, perbenihan, penyuluhan, penelitian dan pengembangan. Proporsi investasi yang menjadi tanggung jawab masyarakat 4%, sedangkan yang bersumber dari pemerintah dan swasta masing-masing dengan proporsi 74% dan 22%.
Kebijakan yang diperlukan dalam pengembangan jagung adalah kebijakan pengembangan insentif investasi, kelembagaan keuangan dan permodalan, peningkatan dukungan teknologi yang siap diterapkan di lapang, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, kelembagaan agribisnis, dukungan pemasaran, serta dukungan peraturan dan perundangan.
Perekonomian Kabupaten Garut secara  sektoral, masih didominasi oleh aktivitas sektor pertanian. Apabila dilihat secara lebih khusus lagi, penggerak sektor pertanian berasal dari subsektor tanaman pangan. Sementara sektor sekunder dan tersier ditempati oleh sektor jasa-jasa dan sektor perdagangan hotel dan restoran. Namun demikian, fenomena dari ketiga sektor tersebut, secara perlahan cenderung menunjukkan  adanya pergeseran. Performa sektor sekunder dan tersier dalam beberapa tahun terakhir relatif lebih ekspansif dibandingkan primary sector dalam  hal ini sektor pertanian. Hal ini mengakibatkan share dari sektor pertanian yang cenderung menurun, sedangkan untuk dua sektor lainnya justru mengalami kondisi yang berkebalikan. Salah satu faktor penyebab kurang bergairahnya sektor pertanian disebabkan oleh sistem pola tanam yang selama ini dijalankan oleh masyarakat atau petani di Kabupaten Garut. Sebagian dari mereka masih menggunakan teknologi tradisional dalam menjalankan  usaha tani, seperti : mengolah tanah dengan sistem tebas bakar, menggunakan bibit lokal, penggunaan pestisida yang berlebihan, mengunakan pola tanam campuran yang tidak beraturan. Dan serangan OPT yang merusak tanaman. Di Kabupaten Garut, lahan pertanian pada subsektor tanaman pangan banyak yang digunakan untuk penanaman komoditi jagung. Hal ini tercermin dari luas panen untuk tanaman jagung yang relatif lebih besar dari komoditi non padi lainnya. Produksi jagung Kabupaten Garut pada tahun 2006-2011 menyumbang 45% dari total produksi Jawa Barat dan 5 % dari total produksi Nasional
Bagi Kabupaten Garut, perkembangan komoditi jagung merupakan salah satu komoditas strategis dan bernilai ekonomis. Dalam beberapa tahun terakhir kebutuhan jagung terus meningkat, yang seharusnya dapat dipakai sebagai momentum untuk meningkatkan produksi dalam negeri. Disamping sebagai makanan pokok sebagian masyarakat Indonesia, jagung juga berfungsi sebagai bahan pakan ternak dan bahan baku industri makanan. Seiring dengan peningkatan aktivitas industri peternakan Indonesia, tentunya sebagai  second round effect berimbas terhadap peningkatan permintaan jagung sebagai salah satu input dalam produksi ternak.  Sampai dengan saat ini, Indonesia masih belum mampu mencukupi kebutuhan untuk konsumsi jagung dalam negeri. Oleh karena itu dengan potensi  yang dimiliki dan prospek pasar yang menjanjikan, pengembangan komoditas jagung yang lebih besar di Kabupaten Garut perlu ditindaklanjuti untuk mewujudkan Garut sebagai Kabupaten Jagung Nasional.
Melalui koordinasi dan kerjasama yang terarah dengan semua stakeholders, Kabupaten Garut memiliki peluang untuk meningkatkan produksi jagung dengan  tetap memperhatikan kualitas.

Kondisi Banyuresmi.
Kecamatan Banyuresmi adalah salah satu sentra pertanian di Kabupaten Garut. Luas wilayah Kecamatan Banyuresmi adalah 5.183 Ha dimana 62 persennya adalah wilayah pertanian. Proporsi penggunaan lahan di wilayah Banyuresmi dapat dilihat pada tabel 1.
Sesuai dengan salah satu misi Kecamatan Banyuresmi yaitu : Mewujudkan Banyuresmi sebagai Sentral hasil pertanian dan daerah pariwisata. Kecamatan Banyuresmi telah berkontribusi secara nyata dalam pengembangan dan peningkatan produksi serta produktivitas pertanian di Kabupaten Garut.
Produksi jagung di Kecamatan Banyuresmi sendiri mencapai 33.332 ton pada tahun 2011, dengan produktivitas 75,07 kw/tahun

Pola Pengembangan Komoditas Jagung di Banyuresmi
Bagi petani di Banyuresmi, hasil panen jagung tidak semata-mata  dijual, namun ada sebagian yang disimpan sebagai stok untuk mencukupi  kebutuhan pangan. Apabila dijual, petani tidak langsung menjual ke pasar tetapi  melalui pengumpul di wilayahnya masing-masing. Ada juga yang melalui  pasar-pasar luar kota, ataupun dengan sistem ijon. Di beberapa desa terkadang ada pasar  mingguan.  Meskipun terdapat berbagai alternatif, petani tetap pada sisi yang dirugikan. Karena nilai tambah (value added) terbesar bukan dinikmati petani, tetapi dirasakan oleh pedagang pengumpulnya.
Bagi petani Kecamatan Banyuresmi, umumnya masih enggan menggunakan bibit hibrida. Hal ini dikarenakan jagung hibrida relatif lebih tidak tahan lama  dibandingkan jagung lokal. Padahal dari segi produktivitas jagung hibrida jauh  lebih unggul. Bagi petani permasalahan  utama adalah ketersediaan pasar dan    jaminan harga disaat masa panen tiba.
Oleh karena itu perlu dirancang sebuah mekanisme pola pengembangan komoditi jagung, secara khusus untuk wilayah Kecamatan Banyuresmi. Pola pengembangan inti-plasma yang sudah cukup memberikan keberhasilan, bahkan di negara maju seperti Jepang bisa diterapkan dalam pengembangan jagung di Kec. Banyuresmi. Dalam model inti-plasma tersebut, terdapat beberapa stakeholders yang bisa terlibat, antara lain : Perusahaan-perusahaan inti plasma sebagai usaha inti, petani, bank, koperasi, farm supplier, Feed Mills Industry. Bentuk kerja sama seperti gambar  1

Perusahaan (PT.) inti plasma dalam pola kerja sama ini berfungsi sebagai inti. Melalui perusahaan inti plasma seluruh produksi dari para petani akan diolah  (dikeringkan dengan dryer) sebelum dikirimkan ke konsumen yang dalam hal ini  juga merupakan industri. Industri yang menjadi konsumen umumnya bergerak  dibidang feed mills industry. Kemudian  perusahaan. Inti Plasma bisa melibatkan pihak lembaga keuangan, yang dalam hal ini perbankan untuk melakukan pembayaran hasil panen. Perlu menjadi perhatian, bahwa hasil panen petani sebaiknya tidak dijual langsung kepada perusahaan inti plasma namun melalui koperasi. Fungsi koperasi dalam skema ini sangat penting terutama dalam rangka menjaga kestabilan harga jagung di saat musim panen tiba.
Dilibatkannya koperasi dalam pola pengembangan inti-plasma tentunya memiliki maksud dan tujuan. Koperasi memiliki peran yang sangat strategis, baik bagi petani (plasma), maupun bagi perusahaan inti plasma. Koperasi akan membeli seluruh keperluan produksi bagi petani, baik pupuk, obat-obatan maupun keperluan lain yang terkait dengan input produksi. Setelah petani memasuki masa panen, setiap petani yang mengambil bahan baku di koperasi wajib menjual hasil panennya kepada koperasi. Pembayaran koperasi kepada petani bisa memanfaatkan perbankan. Penggunaan lembaga keuangan, dalam hal ini bank sangat mendukung efisiensi dalam melaksanakan transaksi pembayaran.
Dengan pola inti plasma, petani sebenarnya memiliki keuntungan tersendiri. Petani tidak memerlukan  effort guna mendapatkan input produksi, dikarenakan seluruh kebutuhan produksi sudah disediakan oleh koperasi. Kemudian petani juga tidak perlu mencari pasar untuk menjual hasil panennya, karena melalui koperasi akan langsung dijual kepada perusahaan inti plasma. Selain itu petani tidak perlu khawatir akan mengalami kerugian karena turunnya harga disaat musim panen, karena koperasi yang akan menjaga harga jagung pada level yang tetap menguntungkan bagi petani.

Panen Perdana Jagung Hibrida Di Desa Dangdeur
Pada tanggal 25 Februari 2012 di Desa Dangdeur Kecamatan Banyuresmi Kabupaten Garut di gelar hajatan besar ; Panen Perdana jagung Hibrida, Kabupaten Garut sengaja dipilih oleh Kementerian Pertanian sebagai tuan rumah karena Kabupaten Garut adalah penghasil jagung terbesar di Jawa Barat dan Nasional. Produksi jagung hibrida di Kabupaten Garut sendiri memang cukup tinggi yang berkontribusi sebesar 40,44% bagi Provinsi Jawa Barat dan kontribusi terhadap Nasional sebesar 29%.
Acara panen perdana jagung dihadiri dan dibuka oleh Menteri Pertanian, Suswono. Dalam pemetikan perdana panen raya jagung hibrida tersebut, Menteri juga didampingi Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Bupati Garut Aceng H.M. Fikri, dan sejumlah pejabat kementerian lainya, termasuk Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, yang dalam hal ini diwakili oleh staff Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat.
Adapun informasi yang didapat dari acara panen perdana jagung ini yaitu didapati hasil produksi jagung dari hasil ubinan dengan beberapa varietas, antara lain :
1. Pioner 29  dengan hasil ubinan 9,55 kg mendapati hasil produksi 8,67 ton/ha.
2. NK 22 dengan hasil ubinan  15,18 kg mendapati hasil produksi 13,78 ton/ha.
3. Bisi 222 dengan hasil ubinan  12,60 kg mendapati hasil produksi 11,44 ton/ha.
4. Bisi 816 dengan hasil ubinan 14,15 kg mendapati hasil produksi 12,84 ton/ha.
Dengan produksi jagung hibrida melimpah di ratusan kabupaten kota yang ada setiap tahunya, Indonesia sudah seharusnya menghentikan kebijakan impor jagung. Produksi jagung hibrida dari pertanian dalam negeri bisa mencukupi kebutuhan nasional bahkan mengekspor jika pemerintah memberikan jaminan pembelian atau pemasaran hasil produksi petani.
Selain itu Jaminan pasar untuk menyerap hasil produksi juga dibutuhkan, apalagi dengan harga jagung yang fluktuatif, terutama sering jatuh pada musim panen raya. Ke depan, perlu perlindungan harga. Kementerian Pertanian sendiri sedang menggodog Undang Undang Perlindungan harga dan pemberdayaan petani sebagai regulasi. Pemerintah diharapkan terus mengupayakan, permodalan bisa diakses petani dengan mudah disertai asuransi pertanian.
Dengan peningkatan produksi yang besar setiap tahunnya, Garut layak menjadi Kabupaten Jagung. Upaya peningkatan produktivitas pertanian diharapkan dapat terus dilakukan dengan pemanfaatan lahan yang kosong atau lahan yang tidak produktif untuk ditanami. (***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar